
Sinergia | Kab. Madiun – DPRD Kabupaten Madiun menyoroti rendahnya serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025 pada semester pertama. Hingga akhir Juni, realisasi belanja daerah masih di bawah 50 persen, memunculkan kekhawatiran akan efektivitas kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) setempat.
Ketua DPRD Kabupaten Madiun, Fery Sudarsono, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kondisi tersebut. Menurutnya, serapan anggaran kali ini lebih buruk dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Kalau panjenengan tanya soal penyerapan, saya itu sebenarnya kalau ngomong ya malulah. Penyerapan anggaran tahun ini terlalu parah dibanding tahun-tahun sebelumnya,” ujar politisi PDI Perjuangan tersebut dalam keterangannya kepada awak media pada Selasa (22/07/2025).
Fery menyebut, pihaknya sempat menanyakan langsung ke sejumlah OPD terkait alasan lambatnya serapan anggaran. Namun, jawaban yang diterima dinilai belum memuaskan.
“Kalau kita tanya, katanya ada regulasi baru. Jawabannya ya begitu-begitu terus,” tambahnya.
DPRD mendesak Bupati Madiun untuk segera mengambil langkah konkret agar serapan anggaran bisa segera ditingkatkan. Menurut Fery, dibutuhkan ketegasan dari kepala daerah dalam menggerakkan kebijakan dan mendorong kinerja OPD.
“Jangan menunggu. Ini harus segera dijalankan. Harus ada kebijakan dan ketegasan agar OPD bekerja,” tegasnya.
Ia juga berharap agar dalam rapat dengar pendapat (RDP) mendatang, seluruh OPD dapat memberikan penjelasan transparan terkait kendala yang menyebabkan lambatnya penyerapan anggaran.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan data per 30 Juni 2025, realisasi pendapatan daerah Kabupaten Madiun tercatat baru mencapai 49,39 persen, sedangkan belanja daerah hanya 40,03 persen. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Madiun, Suntoko, mengungkapkan bahwa hingga 4 Juli, pendapatan daerah sedikit meningkat menjadi 49,47 persen.
Dari total pendapatan tersebut, Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru mencapai 41,30 persen, sementara dana transfer dari pemerintah pusat dan provinsi tercatat 52,50 persen. Suntoko tidak membantah bahwa capaian tersebut tergolong rendah, apalagi sudah memasuki paruh kedua tahun anggaran.
Rendahnya penyerapan APBD tak hanya menjadi indikator lemahnya pelaksanaan program, tetapi juga berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi lokal yang sangat bergantung pada perputaran belanja pemerintah daerah.
Tova Pradana – Sinergia