
Sinergia | Ponorogo – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ponorogo menggelar Apel Gelar Pasukan dan Peralatan di Alun-Alun Ponorogo, Rabu (5/11). Apel ini menandai kesiapan penuh wilayah tersebut menghadapi ancaman cuaca ekstrem dan bencana hidrometeorologi.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Ponorogo, Masun, mengungkapkan bahwa hampir seluruh wilayah kecamatan telah dilanda cuaca ekstrem. “Kecuali Ponorogo Tengah yang hanya rawan banjir, wilayah timur, selatan, dan barat itu memang rawan longsor,” jelas Masun.
Dalam sebulan terakhir, BPBD mencatat 14 kejadian bencana, terdiri dari delapan kasus longsor dan enam kejadian dampak cuaca ekstrem lainnya. Untuk mempercepat respons, BPBD telah menunjuk satu Person in Charge (PIC) di setiap kecamatan. “Mereka berinteraksi lewat grup WA atau komunikasi langsung. Jika ada kejadian, kami langsung tindak lanjuti dari markas komando (mako),” ujar Masun.
BPBD belum membuka posko lapangan karena tingkat kejadian belum masuk kategori Kejadian Luar Biasa (KLB). “Posko di mako sudah kita hidupkan sejak minggu kedua Oktober, dan kita sudah memproses penetapan status siaga bencana hidrometeorologi,” tambahnya.
Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, Saat ditemui awak media memberikan teguran keras. Ia menegaskan bencana hidrometeorologi bukan semata takdir, melainkan akibat ulah manusia. “Alam sudah tidak lagi bersahabat dengan kita, karena kita hidup dengan berbagai macam kerakusan. Bencana bukan saja takdir, tapi ulah tangan manusia dengan segala nafsunya,” tegas Sugiri.
Ia mengingatkan pengalaman tahun lalu dan mengajak masyarakat untuk introspeksi. “Kita berdoa dan introspeksi agar Allah tidak mendatangkan bencana di Ponorogo,” ucapnya.
Bupati secara khusus menyoroti aktivitas penambangan pasir di Ngebel. Menurutnya, kegiatan di Gunung Wilis yang merupakan kawasan konservasi tersebut sangat berbahaya. “Menambang pasir di sana berarti menambang badai di masa depan,” katanya.
“Ngebel tidak pernah ‘batuk’ mengeluarkan pasir, beda dengan Lumajang atau Kelud. Akibatnya, aliran air yang seharusnya ke Mlilir malah lari ke Jenangan karena erosi parah.”tambah sugiri.
Sugiri menutup dengan ajakan kerja bakti. Ia meminta semua pihak hingga tingkat desa membersihkan sungai dan drainase. “Jangan buang potongan bambu ke sungai. Itu bisa menghambat aliran air dan merusak jembatan, seperti di sepanjang Kali Keyang yang belum selesai,” pungkasnya.(Ega/Krs)