
Sinergia | Ngawi – Gedung Kepatihan, salah satu cagar budaya tertua di Kabupaten Ngawi, kondisinya kian memprihatinkan. Dinding retak, kayu penyangga lapuk, hingga bagian kamar mandi yang ambles menandai kerusakan serius pada bangunan bersejarah yang berdiri sejak 1828 tersebut. Menyikapi hal ini, Komisi II DPRD Ngawi turun langsung meninjau lokasi, Kamis (17/07/2025), dan menyatakan komitmennya untuk mendorong perbaikan.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Ngawi, Bambang Saloka, menyebut pihaknya akan mengusulkan anggaran perbaikan melalui APBD Perubahan 2025. Jika tidak memungkinkan, opsi pengajuan pada APBD 2026 akan diambil.
“Jangan tunggu korban jiwa. Tembok selatan hampir roboh, bagian luar disangga bambu, dan kamar mandi sudah ambles. Perbaikan ringan di titik rawan harus segera dilakukan,” tegas Bambang.
Bangunan yang berlokasi di Kelurahan Ketanggi itu hingga kini masih aktif digunakan, termasuk sebagai sekretariat Dewan Kebudayaan Ngawi dan tempat latihan tari anak-anak. Kondisi tersebut menambah urgensi penanganan, mengingat bangunan itu rentan ambruk dan mengancam keselamatan pengguna.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ngawi, Sumarsono, menegaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan dokumen pencairan anggaran perbaikan. Namun karena status bangunan sebagai cagar budaya, langkah revitalisasi harus menunggu kajian resmi dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jawa Timur.
“Kami sudah anggarkan perbaikan pada 2022 dan 2023, tapi batal direalisasikan karena anggarannya dialihkan. Untuk saat ini, dokumen pencairan sudah siap, tinggal menunggu alokasi anggaran,” jelasnya.
Rencana perbaikan meliputi dua titik: joglo utama dan sisi kiri bangunan. Masyarakat dan pelaku seni di Ngawi berharap proses penganggaran bisa segera terealisasi demi menyelamatkan warisan sejarah yang menjadi identitas daerah tersebut.
Kusnanto – Sinergia