
Sinergia | Ponorogo – Ribuan umat Muslim dari berbagai daerah di wilayah Mataraman, Jawa Timur, memadati jalur pendakian Gunung Nglarangan atau dikenal pula sebagai Gunung Gombak, di Desa Nglarangan, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo, Minggu (13/07/2025).
Mereka adalah jemaah zikir Sewulan yang dirintis oleh Almarhum K.H. Makruf Nawawi, berkumpul untuk melakukan ziarah ke makam Eyang Tumenggung Brotonegoro — Bupati Ponorogo yang juga dikenal sebagai ulama bijaksana dan rendah hati.
Ziarah ini merupakan agenda rutin setiap bulan Muharram, sebagai bentuk syukur sekaligus refleksi spiritual di awal tahun Hijriah.
Ziarah ke Gunung Nglarangan bukan sekadar ritual turun-temurun. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi ajang doa bersama, memperkuat ikatan spiritual, serta meneladani sikap hidup Tumenggung Brotonegoro yang dikenal egaliter dan merakyat.
“Tradisi ini berasal dari dawuh almarhum K.H. Makruf Nawawi, yang meneruskan pesan dari ibundanya untuk rutin sowan ke Nglarangan. Sekarang kami teruskan agar nilai-nilainya tetap hidup,” jelas Gus Afif Nizam, putra KH Makruf Nawawi sekaligus pimpinan jemaah Sewulan.
Perjalanan dimulai sejak pukul 06.00 pagi dari Musala Sewulan, Kabupaten Madiun. Rombongan jemaah berangkat bersama, dikawal oleh Banser dan aparat keamanan.
Perjalanan menuju puncak Gunung Nglarangan bukan perkara mudah. Para peziarah harus menempuh jalur setapak yang cukup curam, melewati tiga tanjakan terjal dan tanah kering berbatu khas musim kemarau.
Namun hal itu tak menyurutkan semangat jemaah, bahkan lansia sekalipun tetap antusias menapaki jalur spiritual ini.
“Setiap Muharram saya selalu ikut. Jalurnya berat, tapi ini semacam olahraga rohani. Rasa capek itu hilang saat sampai puncak,” ujar Abdillah, salah satu peziarah asal Magetan.
Halimah (60), jemaah asal Madiun, mengaku merasakan ketenangan usai perjalanan spiritual ini. “Berat memang saat naik, tapi setelah turun terasa enteng. Alhamdulillah bisa sampai puncak,” tuturnya.
Gunung Nglarangan menyimpan sejarah panjang. Di puncaknya, terdapat makam Eyang Tumenggung Brotonegoro, tokoh awal Ponorogo yang dikenal sederhana dan arif. Dalam kisah lisan masyarakat, beliau kerap membantu pelayannya sendiri, bahkan tak sungkan mencari rumput untuk kuda peliharaan milik keluarga.
“Beliau sangat egaliter. Sosok pemimpin yang memposisikan dirinya sejajar dengan rakyat. Itu nilai kepemimpinan yang patut diteladani,” lanjut Gus Afif.
Bagi masyarakat sekitar, ziarah ini bukan hanya soal menyambut tahun baru Islam. Lebih jauh, ini menjadi momen untuk memperbarui niat hidup, memperkuat iman, dan menyambung silaturahmi antar generasi.
Di tengah arus modernitas, ritual semacam ini membuktikan bahwa nilai religi dan sejarah masih dijaga dengan baik oleh masyarakat Jawa Timur, khususnya di Ponorogo.
Ega Patria / Sinergia