
Sinergia | Ponorogo – Peristiwa tak biasa terjadi di Desa Wates, Kecamatan Slahung, Ponorogo. Rombongan pengantar jenazah terpaksa menyeberangi sungai berbatu karena dilarang melintasi jalan dan jembatan di depan rumah salah satu warga.
Insiden ini terjadi pada Sabtu, 19 April 2025 sekitar pukul 15.00 WIB, saat jenazah Mulyadi (38), warga Desa Wates, hendak dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Guyangan, Desa Tugurejo.
Jalur tercepat menuju lokasi pemakaman sebenarnya melewati sebuah jembatan kecil di depan rumah Silas (60), warga setempat. Namun, Silas menolak jenazah melintas dengan alasan bisa membawa kesialan.
Akibat penolakan tersebut, rombongan pengantar jenazah harus memutar sejauh lima kilometer, menyeberangi Sungai Guyangan, dan melewati pematang sawah untuk mencapai makam. Aksi ini terekam dalam video amatir warga dan menjadi perbincangan luas.
“Kalau meninggal ya harusnya lewat jembatan ini. Tapi karena dilarang, akhirnya kita terpaksa lewat sungai,” kata Raditya Wahyu, warga Wates.
Hal senada disampaikan Tri Utami, warga lain yang mengatakan bahwa jalur tersebut merupakan satu-satunya akses terdekat menuju pemakaman.
“Setiap orang meninggal pasti lewat sini. Tapi karena ada yang tidak memperbolehkan, jadi ya harus mutar jauh,” ujarnya.
Kepala Desa Tugurejo, Siswanto, menjelaskan bahwa konflik ini bukan yang pertama.
“Setiap kali ada warga Wates meninggal, kejadian seperti ini terus terulang. Wates memang tidak memiliki makam sendiri, sehingga warganya selalu dimakamkan di Tugurejo. Tapi ada satu keluarga yang sejak dulu menolak jenazah melintas di depan rumah mereka,” kata Siswanto.
Menurutnya, berbagai upaya mediasi telah dilakukan oleh pemerintah desa Wates dan Tugurejo. Namun, keluarga yang bersangkutan tetap bersikukuh dengan keyakinan turun-temurun bahwa tanah mereka akan menjadi “sangar” jika dilewati jenazah.
“Sudah puluhan tahun seperti ini. Bahkan pernah pada tahun 2000, jenazah sampai hanyut saat menyeberangi sungai,” tambahnya.
Untuk menghindari kejadian serupa terulang, pihak desa berencana membangun akses jalan dan jembatan baru menggunakan dana desa.
“Bulan ini akan dimulai dengan pembangunan talud. Meski memutar, semoga memudahkan warga membawa jenazah,” ujar Siswanto.
Pemerintah desa berharap pembangunan akses alternatif ini bisa menjadi solusi permanen atas persoalan yang sudah bertahun-tahun belum menemukan titik terang.
Ega Patria – Sinergia