
Sinergia | Magetan – Kasus dugaan keracunan makanan kembali terjadi. Kali ini menimpa belasan siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan. Dilaporkan sebanyak 11 siswa SDN Kediren 2 dan 1 siswa MI Nurul Dholam dilarikan ke Puskesmas setempat, Jumat (17/10/2025). Itu setelah mengalami gejala mual, pusing, hingga muntah usai menyantap menu program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Magetan, dr. Rohmat Hidayat, membenarkan adanya laporan tersebut. Ia menjelaskan, rata – rata siswa datang dengan keluhan yang sama, namun seluruhnya dalam kondisi ringan.
“Setelah dilakukan pemeriksaan, tidak ada gejala berat. Semua siswa mendapat observasi rawat jalan dan sudah diperbolehkan pulang,” ujar Rohmat.
Dinkes Magetan langsung menurunkan tim untuk menangani kasus ini. Petugas kesehatan melakukan observasi terhadap pasien dan memastikan tidak ada penambahan kasus serupa di sekolah tersebut hingga Jumat sore. Pemeriksaan juga dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Gholam yang dilaporkan beberapa murid mengalami kejadian serupa, meskipun jumlah siswa terdampak masih sama, yaitu 12 anak.
Sebagai langkah lanjutan, Dinas Kesehatan kemudian mengambil sampel makanan MBG serta muntahan siswa untuk diuji kandungannya di Balai Besar Layanan Kesehatan Masyarakat (BBLKM) Surabaya. Hasil uji laboratorium tersebut akan menjadi dasar penentuan penyebab pasti peristiwa tersebut.
“Kami belum dapat memastikan apakah makanan MBG menjadi penyebabnya. Sampel sudah kami kirim ke laboratorium di Surabaya untuk diperiksa,” jelas Rohmat.
Tim surveilans Dinkes juga telah melakukan penyelidikan epidemiologi di lapangan untuk menelusuri sumber penyebab dugaan keracunan tersebut. Dinas berharap hasil laboratorium dapat segera keluar agar tindakan pencegahan bisa dilakukan dengan tepat.
Kasus ini turut membuka fakta baru tentang pelaksanaan program MBG di Kabupaten Magetan. Dari 18 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjadi pelaksana program, belum satu pun memiliki sertifikat laik hygiene sanitasi (SLHS) yang wajib dimiliki penyedia makanan untuk menjamin keamanan pangan siswa.
“Dari 18 SPPG, baru 15 yang aktif. Namun, seluruhnya belum memiliki sertifikat SLHS. Kami mendorong mereka segera memenuhi standar tersebut,” tegas Rohmat.
Selain sertifikat SLHS, tenaga penjamah makanan juga diwajibkan memiliki sertifikat penjamah makanan serta memastikan tempat pengolahan memenuhi standar Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL). Langkah ini dinilai penting agar kasus serupa tidak kembali terjadi kedepannya.
“Kami berharap ini jadi kejadian pertama dan terakhir. Keamanan pangan harus benar-benar diperhatikan, bukan hanya nilai gizinya,” pungkas Rohmat.
Peristiwa ini menjadi pengingat bagi pelaksana program MBG untuk memperkuat aspek keamanan pangan di sekolah-sekolah. Pemerintah daerah diharapkan memperketat pengawasan, memastikan setiap penyedia makanan memenuhi standar kesehatan, agar program Makan Bergizi Gratis benar-benar aman dan memberi manfaat bagi siswa.
Kusnanto – Sinergia