Kepatihan Ngawi Terancam Runtuh, Bangunan Bersejarah Tahun 1828 Menanti Revitalisasi

Image Not Found
Salah satu bangunan bersejarah Kepatihan dalam kondisi rusak parah, Foto : Kusnanto – Sinergia

Sinergia | Kab. Ngawi – Salah satu bangunan bersejarah penting di Kabupaten Ngawi, yakni Kepatihan yang terletak di Jalan Patiunus, Kelurahan Ketanggi, kini dalam kondisi rusak parah. Bangunan bergaya arsitektur Jawa yang berdiri sejak tahun 1828 ini terlihat nyaris roboh. Dindingnya retak, plafon ambrol, pintu-pintu rusak, dan sejumlah bagian jebol. Meski masih difungsikan sebagai Sekretariat Kebudayaan, kerusakan struktur belum tersentuh perbaikan berarti.

Kondisi ini menimbulkan keprihatinan mengingat Kepatihan merupakan salah satu cagar budaya penting yang merekam jejak awal sejarah berdirinya Kabupaten Ngawi. Bangunan ini dibangun oleh Raden Patih Pringgo Kusumo, tokoh yang dipercaya sebagai pendiri Ngawi. Tak heran jika masyarakat memandang bangunan ini bukan sekadar aset, melainkan simbol identitas daerah.

“Kami sudah merampungkan dokumen teknis revitalisasi sejak 2023 lalu. Bahkan, hasil kajian dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI menyebutkan dibutuhkan anggaran sekitar Rp1,6 miliar,” ujar Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Ngawi, Sumarsono, saat dikonfirmasi pada Rabu (16/07/2025).

Namun, hingga kini, proses revitalisasi masih tertahan karena keterbatasan anggaran. Padahal, menurut Sumarsono, fokus utama perbaikan adalah memperkuat struktur bangunan agar tidak roboh dan membahayakan keselamatan.

Image Not Found
Salah satu bangunan bersejarah Kepatihan dalam kondisi rusak parah, Foto : Kusnanto – Sinergia

Ke depan, kawasan Kepatihan direncanakan menjadi Taman Budaya Ngawi, yang akan difungsikan sebagai pusat kegiatan seni dan budaya. Konsep ini diharapkan bisa menghidupkan kembali peran bangunan dalam konteks kekinian, tanpa meninggalkan nilai historisnya.

Bangunan Kepatihan masih mempertahankan gaya asli. Dinding bata, saka guru dari kayu jati, dan atap genteng dari tanah liat. Belum pernah direstorasi sejak dibangun hampir dua abad lalu, keberadaannya kini menjadi ironi. Bangunan yang kaya akan nilai budaya, namun terabaikan oleh perhatian dan dana.

“Semoga rencana ini bisa segera terealisasi. Sayang sekali kalau sampai bangunan ini runtuh karena dibiarkan rusak terlalu lama,” tutup Sumarsono penuh harap.

Kusnanto – Sinergia

Bagikan ke :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *