
Sinergia | Kab. Magetan – Komisi B DPRD Kabupaten Magetan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi Pasar Hewan Pahingan Maospati, Selasa (27/05/2025), menyusul aduan warga terkait rencana relokasi pasar ke lahan baru di belakang Puskesmas Maospati. Sidak ini mengungkap sederet persoalan, mulai penolakan sebagian warga, hingga potensi dampak lingkungan di area fasilitas publik.
Langkah relokasi ini disebut sebagai bagian dari rencana revitalisasi kawasan pasar lama menjadi foodcourt Universitas Negeri Surabaya (Unesa), serta mengurai kemacetan sekitar lokasi. Namun, proyeksi ambisius tersebut justru menyisakan ketidakjelasan bagi warga yang telah puluhan tahun menempati lahan negara yang kini diklaim akan digunakan untuk akses dan pengembangan UMKM.
“Sebenarnya aduan warga ini tidak sepenuhnya menyasar Disperindag, karena pemanfaatan lahan (yang ditempati warga) merupakan program Kelurahan Maospati. Tapi sebagai wakil rakyat, kami menampung keluhan warga Totog yang terdampak relokasi. Ada 18 KK di sana, dan kami mendorong agar kompensasinya ditambah,” ujar Rita Haryati, Ketua Komisi B DPRD Magetan, di sela sidak.
Menurut Rita, lahan baru seluas sekitar 10.000 meter persegi, yang direncanakan untuk pasar hewan, belum sepenuhnya bebas dari persoalan. Sekitar 3.000 meter persegi di antaranya masih ditempati warga. Selain itu, lokasi tersebut berada di antara fasilitas penting, seperti Puskesmas, SMP, dan jalan nasional. Hal ini menimbulkan pertanyaan soal kecocokan lokasi dan dampak lingkungan.
“Jangan sampai, setelah pasar berjalan, muncul persoalan baru seperti kemacetan dan bau menyengat yang mengganggu aktivitas puskesmas dan sekolah. Saluran air juga belum dipastikan siap,” lanjut Rita.
Komisi B menyatakan akan membawa temuan lapangan ini ke forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor DPRD untuk pembahasan lebih tajam. Sementara itu, Lurah Maospati, Indra Ariesta Ardy, mengakui bahwa warga telah menempati lahan tersebut sejak era 1960-an, awalnya dengan status kios sewa milik kelurahan. Namun sejak 2015–2016, status hukum lahan kembali ke aset daerah, dan para penghuni tidak lagi memiliki legalitas menempati.
“Kami sebenarnya tidak merelokasi, hanya menertibkan penggunaan lahan untuk akses parkir dan pengembangan UMKM. Tawaran bantuan sudah kami berikan, seperti ongkos bongkar, pengangkutan barang, bahkan kontrakan satu bulan. Tapi mayoritas warga menolak,” ungkap Indra.
Pemerintah kelurahan berdalih akan mengajukan permohonan kompensasi resmi ke Bupati Magetan. Namun warga menilai kebijakan ini minim sosialisasi, tergesa-gesa, dan mengabaikan sisi kemanusiaan bagi mereka yang sudah tinggal turun-temurun di lahan tersebut.
Kusnanto – Sinergia