
Sinergia | Magetan – Panen kentang di Plaosan, Kabupaten Magetan, yang biasanya membawa harapan besar bagi petani, justru berubah menjadi beban. Supriyono, petani asal Desa Pacalan, hanya bisa pasrah melihat kentang di lahannya mulai membusuk karena tidak kunjung diambil oleh pabrik mitra.
“Lahan hampir satu hektare saya terancam sia-sia. Pabrik cuma menyerap sekitar 40 persen hasil panen. Padahal seharusnya kentang sudah dipanen di usia 70 hari, tapi terpaksa saya biarkan sampai 90 hari karena tidak ada yang menampung,” keluhnya, Rabu (17/09/2025).
Supriyono mengaku tidak bisa menjual kentang ke pasar meski hasil panen melimpah. Kontrak kerjasama dengan pabrik membuat ia dan petani lain hanya bisa bergantung pada serapan perusahaan.
“Kalau panen telat, kentang cepat rusak dan biaya perawatan bertambah. Mau jual ke pasar pun nggak bisa, karena sudah ada perjanjian dengan pabrik,” tuturnya.
Kondisi ini kian berat ketika serangan hama mulai muncul. Kentang yang dibiarkan terlalu lama di lahan lebih rentan terserang ulat maupun jamur. “Lihat saja, batang sudah kering, ulat dan jamur makin merajalela. Jadi kerugian kami makin besar,” tambahnya.
Menurut Petugas Agro PT Indofood, Zori Mahendra, produksi kentang tahun ini jauh melebihi prediksi. Dari perhitungan awal, 100 kilogram bibit seharusnya menghasilkan 750 kilogram kentang, tetapi kenyataan di lapangan mencapai 2 hingga 2,5 ton.
“Lonjakan ini bukan hanya di Magetan, tapi terjadi di seluruh Indonesia. Kapasitas pabrik kami sempat tidak mencukupi,” jelasnya.
Zori menambahkan, tiga pabrik kini sudah meningkatkan jam produksi menjadi 24 jam dan menambah mesin. Dari kapasitas 900 ton per hari, kini ditarget mampu mengolah 2.000 ton kentang.
Melihat kondisi ini, Wakil Bupati Magetan, Suyatni Priasmoro, turun langsung meninjau lahan petani. Ia menegaskan, pemerintah mendorong perusahaan mitra agar segera menyerap panen dari Plaosan.
“Target kami, minimal 60 persen dari total 130 hektare lahan yang siap panen bisa segera ditangani dalam satu minggu ini. Kentang tidak bisa disimpan lama, jadi harus diprioritaskan,” tegasnya.
Suyatni menambahkan, masalah seperti ini harus dijadikan evaluasi. “Petani sudah terikat kerjasama dengan perusahaan, jadi tidak ada pilihan lain. Pabrik harus lebih bijak agar kasus serupa tidak terulang,” ujarnya.
Kusnanto – Sinergia