Petani Magetan Menjerit, Tanaman Padi Diserang Hama Potong Leher

Image Not Found
Petani memperlihatkan tanaman padi yang terserang hama, Foto : Kusnanto – Sinergia

Sinergia | Kab. Magetan – Nestapa melanda petani di Kabupaten Magetan. Musim tanam kedua tahun ini bukan membawa panen, melainkan duka mendalam. Ribuan hektare sawah di sejumlah kecamatan gagal panen akibat serangan hama potong leher yang tak terbendung.

Seperti di Desa Pragak, Kecamatan Parang, derita itu nyata. Tanaman padi yang semula tumbuh subur mendadak layu dan kosong menjelang panen.

“Pusing, Mas. Biaya sudah keluar banyak, hasilnya nihil,” ujar Saman, petani Dusun Sepandan, sembari memegangi kepalanya.

Suaranya lirih, seolah tak percaya sawah yang ia rawat setiap hari kini hanya menyisakan dua karung gabah dari luas lahan yang biasanya menghasilkan hampir satu ton. Saman bukan satu-satunya. Petani lain seperti Madun, Sinem, Boimen, Kadimun, hingga Yatno juga mengalami hal serupa.

Upaya penyemprotan insektisida dan penggunaan benih unggul seperti IR 64 dan Inpari 70 pun tak membendung keganasan hama.

“Saya beli benih di toko, varietas unggul. Tapi tetap diserang. Titik hitam di pangkal bulir itu tanda-tandanya,” kata Saman pasrah.

Kadimun, yang menanam Inpari 70 karena waktu panennya yang cepat, kini tak tahu bagaimana harus mengembalikan modal. Semua biaya ia dapat dari pinjaman.

“Harusnya bisa balik modal, tapi malah buntung,” ujarnya getir.

Kondisi serupa juga dilaporkan di Lembeyan, Kawedanan, dan Takeran. Para petani khawatir serangan ini meluas.

“Kalau begini terus, ini bukan cuma soal kerugian pribadi. Ketahanan pangan bisa terancam,” ujar Yadi, petani lain di kawasan tersebut.

Petani menduga, cuaca ekstrem menjadi biang kerok. Hujan deras selama lebih dari 10 hari menciptakan kelembapan tinggi yang memicu tumbuhnya jamur pada batang padi. Meskipun telah dilakukan penyemprotan antijamur, hasilnya nihil. “Seolah hama ini kebal,” ucap salah satu petani.

Yang lebih menyakitkan, sebagian besar petani tidak terdaftar dalam program asuransi pertanian. Artinya, kerugian ini sepenuhnya ditanggung sendiri. Tak ada pengganti untuk biaya pupuk, pengolahan tanah, hingga perawatan yang telah mereka keluarkan.

Jerami kering jadi satu-satunya hasil panen. Itu pun hanya cukup untuk pakan ternak. Sementara keinginan untuk bangkit kembali butuh dana segar—yang tak jarang harus dipenuhi dengan menambah utang baru.

“Jangan hanya salahkan cuaca. Kami butuh solusi nyata. Kalau gagal panen sekali saja, untuk tanam lagi butuh modal besar. Kami butuh bantuan,” ucap para petani.

Derita petani Magetan hari ini adalah gambaran nyata rapuhnya pertanian rakyat dalam menghadapi perubahan iklim dan minimnya perlindungan negara. Jika dibiarkan, ini bukan sekadar soal padi yang tak jadi berbulir tapi soal masa depan petani yang makin terpuruk.

Kusnanto – Sinergia

Bagikan ke :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *