Tari Gambyong dan Tradisi Bersih Desa: Simbol Kehalusan Budaya Jawa di Bulan Suro

Image Not Found
Tari Gambyong atau Gambyongan adalah salah satu tarian tradisional Jawa yang dikenal karena gerakannya yang lembut dan anggun, Foto : Istimewa

Sinergia | Kab. Magetan – Tari Gambyong atau Gambyongan adalah salah satu tarian tradisional Jawa yang dikenal karena gerakannya yang lembut dan anggun. Tidak hanya menjadi bagian dari kesenian istana, tarian ini juga lekat dengan tradisi masyarakat desa, terutama dalam upacara adat seperti bersih desa—sebuah tradisi sakral yang digelar setiap bulan Suro dalam penanggalan Jawa.

Tari Gambyong, dalam konteks ini, bukan sekadar pertunjukan seni. Ia menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual budaya, yang memadukan unsur spiritual, estetika, dan sosial.

Mengakar dari Rakyat, Ditata oleh Keraton

Berasal dari akar seni rakyat berupa tari tayub, Tari Gambyong mengalami transformasi signifikan ketika diangkat ke lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta. Dari yang awalnya sebagai hiburan rakyat, ia disusun ulang menjadi tarian penyambutan tamu kehormatan yang menggambarkan kehalusan dan keanggunan perempuan Jawa.

Namun, meski sudah masuk dalam lingkup seni keraton, Gambyongan tak pernah tercerabut dari akar tradisi desa, salah satunya dalam ritual bersih desa yang masih lestari hingga kini.

Bersih Desa : Menghormati Leluhur dan Menjaga Harmoni

Bersih desa merupakan ritual adat tahunan yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa, khususnya di pedesaan, setiap bulan Suro. Ritual ini bertujuan untuk:

– Membersihkan lingkungan secara lahir dan batin,

– Mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,

– Memohon keselamatan serta tolak bala bagi seluruh warga desa.

Acara biasanya diawali dengan kenduri atau selamatan, ziarah ke makam leluhur, hingga kirab budaya. Dalam rangkaian itu, Tari Gambyong kerap ditampilkan sebagai pembuka atau penyemarak suasana, sekaligus bentuk penghormatan terhadap tamu dan leluhur.

Tari Gambyong dalam Ritual Bersih Desa

Penampilan Tari Gambyong dalam bersih desa bukan hanya sebagai hiburan. Ia memiliki makna simbolik:

– Gerakan lembut dan penuh keanggunan melambangkan ketulusan hati dan niat baik warga desa.

– Musik gamelan yang mengiringi menjadi bentuk komunikasi spiritual yang selaras dengan suasana sakral bulan Suro.

– Kostum penari yang berwarna cerah mencerminkan pengharapan baru setelah ‘pembersihan’ spiritual desa dilakukan.

Dalam banyak desa, penampilan tari Gambyong dilakukan di balai desa atau panggung terbuka, bahkan pada tempat yang dinilai sakral. Pagelaran disaksikan oleh warga dalam suasana khidmat dan penuh kebersamaan.

Pelestarian Budaya Lewat Tradisi

Tradisi bersih desa memberi ruang penting bagi pelestarian Tari Gambyong di tengah kehidupan masyarakat modern. Anak-anak muda diajak tampil menari, belajar di sanggar lokal, dan diberi peran aktif dalam ritual budaya. Dengan demikian, keberadaan Gambyong tak hanya lestari sebagai seni, tapi juga tetap hidup dalam ritme sosial dan spiritual masyarakat desa.

Makna yang Tak Lekang oleh Zaman

Tari Gambyong dan tradisi bersih desa adalah dua entitas budaya yang saling menguatkan. Di tengah arus globalisasi, keduanya menjadi penanda bahwa identitas budaya Jawa tidak pernah hilang, justru terus bertransformasi dengan cara yang halus, anggun, dan berakar kuat pada nilai-nilai luhur.

Ketika penari Gambyong melangkah perlahan di pelataran desa, diiringi tabuhan gamelan dan doa para sesepuh, kita tak hanya melihat tarian. Kita menyaksikan warisan budaya yang hidup—menyatukan masa lalu, masa kini, dan harapan akan masa depan yang penuh harmoni.

Kusnanto – Sinergia

Bagikan ke :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *