Petani Tembakau Ngawi Terpuruk, Harga Anjlok Panen Merosot

Image Not Found
Petani Tembakau mengeluhkan harga jual tembakau yang terus merosot, Foto : Kusnanto – Sinergia

Sinergia | Ngawi – Cuaca ekstrem memukul keras petani tembakau di Kabupaten Ngawi. Selain kualitas daun tembakau yang menurun, luas lahan panen juga menyusut drastis. Data terbaru menyebutkan sekitar 500 hektare lahan gagal panen, sementara produksi yang berhasil dipetik pun jauh di bawah target.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Ngawi, Sojo, menjelaskan bahwa pada 2025, total lahan yang semula diproyeksikan mencapai 2.000 hektare, ternyata hanya terealisasi sekitar 1.500 hektare. Dari jumlah itu, yang bisa dipanen bahkan tak sampai seribu hektare akibat curah hujan tinggi yang merusak tanaman.

“Biasanya hasil bisa 1,8 ton per hektare, tetapi tahun ini 1 ton saja sudah dianggap bagus. Banyak lahan tidak bisa diselamatkan,” terangnya, Sabtu (13/09/2025).

Penurunan produktivitas berimbas langsung pada harga. Tembakau kering rajang yang sebelumnya mampu menembus Rp. 50 ribu per kilogram, kini hanya laku di kisaran Rp. 20 ribu hingga Rp. 40 ribu.

Sojo mengungkapkan, tanaman tembakau Ngawi kini hanya tersebar di 14 kecamatan dengan konsentrasi terbesar di wilayah timur, terutama Karangjati, yang memiliki sekitar 10 ribu petani aktif. Namun, kerugian akibat gagal panen sepenuhnya ditanggung petani lantaran tidak ada perlindungan dari pemerintah.

“Kami terpaksa menjalin jaringan sendiri dengan pabrik dan pemodal. Kalau hasil sedikit tapi harga tinggi, kerugian bisa ditutup. Tapi kalau hasil kecil dan harga juga jatuh, posisi petani yang paling tertekan,” jelasnya.

Tak hanya itu, tingginya beban cukai rokok turut memperburuk kondisi. Menurut Sojo, dampaknya tidak hanya dirasakan petani, tetapi juga mengancam kelangsungan industri rokok nasional. Ia menyinggung kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda ratusan buruh di salah satu pabrik besar.

Menyadari besarnya persoalan, APTI Ngawi bersama APTI Jawa Timur berencana mengajukan rekomendasi kepada Dinas Perkebunan dan instansi terkait. Rekomendasi itu nantinya akan dibawa dalam Rapat Kerja Nasional APTI.

“Ini bukan sekadar masalah lokal. Ini sudah menjadi persoalan nasional yang harus segera ditangani bersama,” tegas Sojo.

Kusnanto – Sinergia

Bagikan ke :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *