
Sinergia | Magetan – Gelombang aspirasi masyarakat yang muncul di berbagai daerah juga bergema di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Pada 1 September 2025 lalu, ratusan mahasiswa turun ke jalan menggelar aksi damai di depan Kantor DPRD. Mereka menuntut realisasi program Rp3 juta per RT, janji politik pasangan bupati dan wakil bupati terpilih yang hingga kini belum terwujud.
Isu yang diangkat mahasiswa Magetan sejatinya bersinggungan dengan persoalan nasional. Transparansi anggaran dan konsistensi janji kampanye juga menjadi sorotan dalam aksi buruh nasional pada 4 September 2025, yang membawa 17 tuntutan mendesak dan 8 agenda reformasi.
Berbeda dari aksi-aksi keras di sejumlah daerah, demonstrasi di Magetan berlangsung kondusif. Tidak ada gesekan dengan aparat, aspirasi tersampaikan dengan tertib, bahkan memunculkan optimisme bahwa perubahan dapat diperjuangkan tanpa harus menimbulkan kericuhan.
Menurut Agus Pujiono, penggerak Forum Rumah Kita, aksi tersebut merefleksikan wajah demokrasi yang sehat.
“Magetan bisa jadi contoh. Demonstrasi berjalan tertib, pesan sampai, dan masyarakat tetap menjaga harmoni. Inilah demokrasi yang ideal—kritis, tapi tidak merusak,” ungkapnya, Kamis (11/09/2025).
Agus menambahkan, semangat semboyan daerah “Manunggaling Roso Suko Hambangun” harus dihidupkan dalam praktik demokrasi sehari-hari.
“Semboyan itu bukan hanya hiasan, tapi seruan untuk membangun lewat musyawarah, bukan pertentangan,” katanya.
Namun, suasana damai itu dinilai terusik setelah terbitnya surat edaran tentang pembentukan Pam Swakarsa pasca-aksi. Kebijakan tersebut memunculkan trauma kolektif lantaran mengingatkan masyarakat pada praktik represif masa Orde Baru.
Agus menilai kebijakan semacam itu kontraproduktif. “Pam Swakarsa justru membuka luka lama. Alih-alih menumbuhkan rasa aman, malah bisa membuat masyarakat takut menyuarakan pendapat,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa yang dibutuhkan Magetan bukan pendekatan represif, melainkan ruang dialog yang terbuka dari tingkat RT hingga kabupaten.
“Jika pemerintah menyediakan forum komunikasi yang luas, aspirasi bisa tersampaikan tanpa harus turun ke jalan. Itu cara paling realistis untuk menjaga Magetan tetap damai sekaligus kritis,” pungkas Agus.
Dengan landasan persatuan dan keterbukaan, Magetan diyakini berpeluang menjadi model daerah yang mampu merawat dinamika aspirasi rakyat tanpa kembali terjebak pada bayang-bayang masa lalu.
Kusnanto – Sinergia