
Sinergia | Madiun – Surutnya air Waduk Dawuhan di Desa Plumpungrejo, Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun menjadi tanda dimulainya panen ikan tahunan yang ditunggu warga sekitar. Aktivitas ini telah berlangsung sejak dua hari terakhir dan diperkirakan hanya bertahan sekitar dua pekan selama musim kemarau.
Setiap tahun, ketika debit air waduk menyusut hingga sekitar 80 persen atau berada di bawah 7.000 meter kubik, warga berkelompok turun dengan jaring atau alat pancing. Hasil tangkapan mereka bisa mencapai 25 hingga 35 kilogram per hari, terdiri dari berbagai jenis ikan tawar seperti lele, nila, tombro, hingga ikan kutuk.
“Kalau waduk sudah surut seperti ini, biasanya bulan Agustus atau September, kami turun menjaring ikan. Sekali dapat bisa 25 sampai 35 kilo, langsung dijual ke warga yang sudah menunggu di pinggir waduk,” kata Kusnianto, salah satu petani setempat, Sabtu (6/9/2025).

Ikan hasil tangkapan dijual langsung di lokasi. Warga pembeli rela menunggu berjam-jam demi mendapatkan ikan segar dengan harga terjangkau. Amin Nafi’ah, misalnya, mengaku sengaja datang lebih awal agar kebagian ikan nila. “Ini momen tahunan, jadi harus sabar nunggu. Ikan segar, harganya juga murah,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Nur Haryati, warga lain yang turut mengantre. Menurutnya, panen ikan di Waduk Dawuhan selalu membawa suasana berbeda. “Kalau air waduk penuh ya tidak ada panen. Jadi pas surut begini kami beli ikan nila dan kutuk segar. Harganya terjangkau, kualitasnya bagus,” ungkapnya.
Panen ikan ini bukan sekadar aktivitas ekonomi, tetapi juga tradisi yang melekat bagi warga sekitar. Hanya kelompok tani ikan setempat yang diizinkan menjaring, sementara warga lainnya bisa menikmati hasil panen sebagai pembeli. Tradisi ini menjadi penanda musim kemarau sekaligus berkah yang hanya datang setahun sekali.
Tova Pradana – Sinergia