Modus Adopsi, Polres Ngawi Bongkar Sindikat Jual Beli Bayi Antar Provinsi

Image Not Found
Konferensi Pers Polres Ngawi kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Foto : Istimewa – Sinergia

Sinergia | Ngawi – Satreskrim Polres Ngawi berhasil membongkar praktik kelam perdagangan orang di wilayah Jawa Timur dan DKI Jakarta. Sindikat jual beli bayi berkedok adopsi legal itu menyerat empat orang sebagai tersangka. Hal itu diungkapkan Kapolres Ngawi, AKBP Charles Pandapotan Tampubolon dalam konferensi pers pada Jumat (30/5/2025).

Kasus ini bermula dari laporan seorang perangkat desa yang curiga atas permintaan pengurusan surat adopsi, lalu meneruskan informasi tersebut ke pihak berwenang hingga akhirnya ditindaklanjuti oleh Polres Ngawi. “Dari laporan tersebut, kami langsung tindak lanjuti. Tim Tiger Satreskrim Polres Ngawi menyelidiki pasangan tersebut dan diketahui bahwa bayi itu bukan anak kandung mereka,” ujar Kapolres Ngawi, AKBP Charles.

Proses penyidikan berkembang saat petugas memeriksa perempuan berinisial S, yang ternyata berperan sebagai perantara adopsi. Dari S, terungkap bahwa proses adopsi dilakukan melalui grup-grup di media sosial—forum yang mempertemukan pihak yang ingin menyerahkan bayi dengan calon ‘adopter’, seringkali tanpa dokumen hukum yang sah.

Image Not Found
Tersangka kasus TPPO antar Provinsi diamankan Polres Ngawi, Foto : Jepretan layar – Sinergia

“S mengaku hanya membantu mencarikan orang tua angkat, tetapi dari hasil pemeriksaan, ternyata praktik ini telah dilakukan berulang kali,” terang AKBP Charles.

Seperti kasus yang terungkap di Pasuruan, dimana polisi menemukan sepasang pelaku yang mengaku sebagai suami istri demi meyakinkan ibu kandung bayi. Nyatanya, keduanya hanya berpura-pura menjadi pasangan untuk menutupi niat sebenarnya yakni menjual bayi.

“Modus mereka adalah menyamar agar tampak seperti adopsi sah. Padahal ada transaksi uang di balik proses itu,” tegas Kapolres.

Dari jejak digital dan komunikasi para tersangka hingga ke Kabupaten Ponorogo, seorang perempuan diamankan lantaran diduga menjadi otak dari jaringan ini. Ia berperan sebagai koordinator, mulai dari mencarikan bayi hingga menentukan calon pembeli dan besaran ‘biaya adopsi’.

“Praktik ini tidak hanya terjadi di Ngawi, tapi juga merambah ke beberapa kota lain di Jawa Timur dan bahkan DKI Jakarta,” imbuh AKBP Charles.

Diketahuim setiap ‘proses adopsi’, para pelaku menerima sejumlah uang. Misalnya, S mendapat Rp. 4 juta, ZM Rp. 2,5 juta, R Rp. 1 juta, dan SEB Rp. 2 juta. Sementara orang tua kandung bayi diberi Rp. 6 juta, yang disebut sebagai ‘biaya persalinan’. Namun, Kapolres menegaskan bahwa ini jelas masuk kategori perdagangan orang.

“Adopsi seharusnya tidak melibatkan transaksi uang. Karena ada imbalan dan niat untuk memperoleh keuntungan, maka perbuatan ini masuk dalam tindak pidana perdagangan orang,” ungkapnya.

Dari hasil pengembangan, polisi menduga sindikat ini telah melakukan aksi serupa lebih dari 10 kali. Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 83 jo Pasal 76 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 11 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ancaman hukuman bagi mereka tidak main-main: minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.

Kusnanto – Sinergia

Bagikan ke :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *