
Sinergia | Kab. Magetan – Insiden ambruknya atap ruang kelas IX di SMP Negeri 1 Ngariboyo pada Senin (05/05/2025) lalu memicu sorotan tajam terhadap kinerja Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Magetan.
Rangka plafon yang runtuh itu bukan hanya menandai kerusakan fisik bangunan, tetapi juga menjadi tanda rapuhnya sistem pengawasan infrastruktur pendidikan yang selama ini dijalankan. Sejumlah pihak menilai, lemahnya pengawasan dan ketergantungan penuh pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik) menjadi akar persoalan.
Sekretaris Komisi A DPRD Magetan, Didik Haryanto, menyebut bahwa insiden ini bukan semata dampak dari efisiensi anggaran, melainkan cerminan dari buruknya manajemen dan sistem monitoring di lingkungan Dikpora Magetan.
“Bukan dampak efisiensi. Ini menurut saya karena lemahnya sistem yang dibangun Dikpora Magetan. Mereka hanya mengandalkan Dapodik untuk melihat persoalan pendidikan, baik SDM maupun infrastruktur. Sementara kapasitas tenaga pengelola Dapodik di tiap sekolah sangat minim. Akibatnya, data yang dilaporkan tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan,” tegas Didik Haryanto Rabu (07/05/2025).
Ia mencontohkan, dalam kasus SMP Negeri 1 Ngariboyo, Dapodik hanya mencatat satu ruang kelas yang rusak, padahal fakta di lapangan menunjukkan lima ruang mengalami kerusakan dengan potensi serupa.
Didik juga mendesak agar Dikpora tidak hanya bergantung pada laporan administratif semata. Menurutnya, diperlukan inspeksi langsung dan aktif ke sekolah-sekolah untuk memverifikasi kondisi riil.

“Dikpora jangan hanya menunggu laporan di laptop atau di balik meja. Mereka harus turun langsung ke lapangan untuk melihat situasi sesungguhnya,” lanjutnya.
Lebih jauh, Didik mendorong agar efisiensi anggaran daerah yang mencapai Rp. 40 miliar sesuai mandat Inpres sebagai sektor super prioritas dialokasikan secara konkret untuk perbaikan fasilitas pendidikan.
“Ini momen bagi Pj Bupati dan tim anggaran untuk memprioritaskan pendidikan. Hasil efisiensi harus diarahkan untuk perbaikan dan pembangunan ruang-ruang kelas yang rusak,” pungkasnya.
Insiden ini membuka kembali perdebatan lama soal kualitas data pendidikan dan pentingnya sistem pengawasan yang humanis, bukan hanya digital. Sebab, ketika data tidak mencerminkan kenyataan, maka risiko terhadap keselamatan siswa dan guru menjadi semakin nyata.
Kusnanto – Sinergia