
Sinergia | Magetan – Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elistianto Dardak, menegaskan bahwa iuran komite sekolah tidak boleh berubah menjadi pungutan wajib yang justru membebani keluarga siswa. Pernyataan itu disampaikan Emil saat menghadiri kegiatan di Magetan, Senin (25/08/2025).
Emil menilai, persoalan utama bukan pada keberadaan iuran komite, melainkan perasaan sebagian orang tua yang merasa tersisih bila tidak ikut memberikan sumbangan.
“Secara aturan tidak ada kewajiban. Namun, di lapangan ada orang tua yang merasa tidak enak jika tidak ikut menyumbang. Inilah tantangan yang harus diatasi,” ujarnya.
Lebih jauh, Emil menekankan bahwa idealnya iuran komite digunakan untuk mendukung peningkatan kualitas pembelajaran, prestasi siswa, serta memperkuat peran orang tua dalam pendidikan. Meski demikian, ia tak menampik adanya berbagai keluhan masyarakat. Banyak aduan disampaikan secara anonim karena khawatir mendapat tekanan dari pihak tertentu, sehingga menyulitkan pemerintah melakukan verifikasi langsung ke sekolah.
Ia mengingatkan agar masyarakat tidak ragu melapor bila menemukan penarikan dana yang tidak memiliki dasar aturan maupun kejelasan pemanfaatan. “Kalau ada pungutan yang tidak jelas aturannya dan tidak transparan penggunaannya, silakan disampaikan agar bisa ditindaklanjuti,” tegasnya.
Emil juga mengakui bahwa pemerintah menerima sejumlah laporan terkait dugaan pungutan liar (pungli) di sekolah. Untuk mencegah hal itu, Pemprov Jawa Timur kini tengah menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai partisipasi swadaya masyarakat, termasuk soal iuran komite. Aturan ini diharapkan mampu menciptakan tata kelola yang transparan, akuntabel, sekaligus memberi ruang partisipasi orang tua tanpa menjadi beban.
“Memang banyak laporan yang masuk tanpa identitas, sehingga proses penindakan agak sulit. Tetapi kami tetap berusaha memperkuat mekanisme partisipasi masyarakat agar lebih sehat,” jelasnya.
Di akhir keterangannya, Emil menegaskan komitmen pemerintah dalam memastikan hak pendidikan siswa. Menurutnya, pendidikan adalah kebutuhan dasar yang harus dijamin negara.
“Tidak boleh ada anak yang terhambat pendidikannya hanya karena persoalan biaya tambahan yang semestinya tidak perlu,” pungkasnya.
Kusnanto – Sinergia