
Sinergia | Kab. Magetan – Harga beras di Kabupaten Magetan mengalami kenaikan signifikan sejak Maret 2025. Kenaikan ini terjadi pada beras jenis medium hingga premium, dan berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat serta volume penjualan di tingkat pedagang.
Menurut Heni, pedagang beras di Pasar Sayur Magetan, harga beras mulai merangkak naik secara bertahap sejak tiga bulan terakhir. Awalnya hanya naik Rp500 per kilogram, namun sejak Mei 2025, kenaikan mencapai Rp1.000 per kilogram
“Harga dari supplier sudah naik, jadi kami ikut menyesuaikan. Sekarang beras medium dari yang semula Rp13.000 jadi Rp14.000, sedangkan beras premium naik dari Rp14.000 menjadi Rp15.000 per kilogram,” ujar Heni, Jumat (13/06/2025).
Kenaikan harga ini memukul penjualan. Heni mengaku bahwa dalam sehari, biasanya ia mampu menjual dua kuintal beras, namun kini hanya satu kuintal pun sudah sulit tercapai. Selain itu, pasokan dari distributor juga menurun. Cuaca buruk yang terjadi beberapa waktu terakhir diduga menjadi penyebab utama menurunnya pasokan beras dari daerah produsen.
“Mungkin nanti banyak beras dari sisa resepsi (pernikahan) dijual ke pasar. Tapi tetap saja harganya tinggi, padahal biasanya itu jenis beras paling murah,” tambahnya.
Kondisi ini dirasakan langsung oleh masyarakat. Nur Fitria, warga Magetan, mengungkapkan bahwa dirinya terpaksa mengurangi pembelian beras karena harga yang terus naik. Ia biasa membeli 10 kilogram beras untuk kebutuhan keluarganya, namun kini hanya mampu membeli 5 kilogram.
“Dulu masih ada beras SPHP, harganya lebih terjangkau. Tapi sudah kosong sejak tiga bulan lalu. Sekarang beli beras medium, tapi karena mahal, harus dikurangi agar uangnya cukup untuk kebutuhan dapur yang lain,” jelasnya.
Sementara itu, sejumlah petani di Magetan yang sedang memasuki masa panen raya mengaku sedikit lega karena harga gabah di tingkat petani cukup tinggi. Saat ini, harga gabah basah mencapai Rp6.800/kg, sedangkan gabah kering giling (GKG) mencapai Rp7.800/kg.
Namun sayangnya, hasil panen tidak maksimal. Banyak petani mengeluhkan kerusakan pada tanaman padi yang menyebabkan bulir gabah gagal tumbuh secara optimal.
“Terpaksa dipanen sekarang, meskipun usia tanam belum cukup. Kalau dibiarkan malah lapuk dan jatuh ke tanah. Kami ambil yang tersisa saja di ujung-ujung bulir,” kata Misdi (70), petani asal Desa Pragak.
Misdi menyebut tanaman padinya terserang penyakit “potong leher”, yakni serangan jamur yang menyebabkan bulir padi mengering dan rontok sebelum waktunya. Serangan ini diduga dipicu oleh cuaca ekstrem berupa hujan berturut-turut selama 11 hari terakhir, yang menciptakan kondisi lembap di area persawahan.
“Kami tidak menyangka bisa gagal panen seperti ini. Sudah dirawat maksimal, tetap saja kalah sama penyakit,” ujar Kadimun, petani lainnya.
Kusnanto – Sinergia